Menerima dan mengikhlaskan

Menerima dan mengikhlaskan
(Diary Eli)

Oktober 2019, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan yang sudah aku pendam selama setahun ini kepada lelaki yang menjadi bayangan kekasihku. Biar diriku tenang. Biar diriku gak kepikiran melulu. Sebab, bertahan pada rasa yang membelenggu sangat tidak mengenakkan. Sangat menyiksa. Perihal di tolak atau diterima, itu urusan nanti. Bagiku, mengungkapkan perasaan gak perlu gengsi meski perempuan yang memulai dulu. Karena nyaliku masih ciut, jadi aku memutuskan mengungkapkan perasaan ini melalui temanku. Aku minta supaya gak sebut namaku. Cukup kapan siap menikahnya. Sebab, aku sudah siap menikah sejak semester 1. Selain untuk menyempurnakan separuh agama, menikah adalah hal terberat bagiku. Sebab itu, aku ingin menjalani kehidupan yang berat itu bersama orang yang paham konsekuensinya. Dan aku meyakinkan diri bahwa dengannya hal terberat itu bisa dilalui.

Dan… memang benar. Bahwa gak semua harapan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Aku mendapat kabar bahwa ia sudah dijodohkan dan gak mungkin menolak hal itu. Tak lupa, ia mengungkapkan terimakasih kepadaku melalui temanku karena sudah berani mengungkapkan, meski dia gak akan memilihku. Lalu, apa aku menangis saat itu? ya, sedikit. Tapi sejenak aku berpikir bahwa sebetulnya perasaanku ini karena siapa? Karena Tuhanku atau nafsuku? Dari situ, aku belajar menerima dan mengikhlaskan. Meski terkadang aku ingat kenangan bersama yang mengesankan, yang sulit untuk dilupakan sampai detik ini. 
Aku menerima keputusannya. Harapanku, agar dia mendapat pasangan yang baik agamanya, tulus mencintai tanpa pamrih. Dan entah mengapa saat itu feelingku merasa jika dia akan bersama sepupunya. Dan memang benar, dua hari kemudian perempuan yang ia pilih terjawab. 

Jujur, aku awalnya gak nyangka. Tapi ini kenyataannya. Kenyataan yang harus aku terima. Kalau diingat-ingat, sepupunya pernah berniat menjodohkan aku dengannya. Tapi aku menolak dengan alasan masih boleh kok dalam Islam untuk menikah dengan sepupunya. Rupanya, ucapanku benar. Hahaha. Hari itu, aku mulai percaya bahwa ucapan adalah do’a. Maka, jika marah atau bercanda tetap ucapkanlah yang baik-baik karena untuk kebaikan diri sendiri.  
Setelah semua terjawab, perasaanku menjadi tenang setelah berani mengungkapkan. Untuk pertama kalinya, aku berani melakukan ini. 

Kepada diriku: “terimakasih karena kamu begitu hebat, kamu pemberani meski sudah tahu jawabannya, kamu begitu kuat. Tidak apa, jika dia gak memilihmu. Bukankah kamu percaya bahwa Tuhan akan memberi pasangan yang terbaik untukmu?”

Terlepas dari hal itu, aku masih memilih untuk mendo’akan kebaikan kepada dirinya. Bagiku, mendoakannya adalah hal yang berarti. Memberiku kebahagiaan. Entah mengapa, sampai detik ini aku bahagia rasanya jika mendoakan untuknya. Dan semoga kebaikan selalu menyertaimu dan pasangan, mas.

Jika sudah begini, aku ingat quotes yang pernah aku baca bahwa cinta yang sesungguhnya adalah ketika berani mengikhlaskan dan masih mendoakannya secara diam-diam.
Di titik ini, aku sadar. Rupanya, aku bisa romantis secara diam-diam.


***
Tepat 27 Mei 2020, salah satu temanku memberi pesan melalui WhatsApp. Temanku berharap agar aku sabar dan kuat. Aku gak mengerti sama sekali apa maksudnya, karena aku lagi gak sedih tapi disuruh kuat, kan aneh. Lalu, ia menyuruhku untuk membuka story yang dirinya buat. Yang menurutku tumben, kok banyak banget ya? 
Setelah aku lihat statusnya, itu adalah kabar tentang pernikahannya. Mungkin, orang yang pernah aku ceritakan perihal perasaanku terhadapnya mengira aku bersedih, tapi kenyataannya tidak kisanak. Hohoho. Aku justru ikut berbahagia. Melihat video yang dia update, aku putar ulang. Dan aku terseyum sendiri. Aku turut berbahagia. Bukankah setiap pilihan ada konsekuensinya? Aku pernah memilihnya, tapi dia gak memilihku, dan aku paham konsekuensinya. Maka, kali ini aku lebih belajar untuk menerima dan mengikhlaskan. Aku gak berat hati, bahkan aku berniat untuk datang ke acara pernikahannya tanpa aku merasa terluka sedikitpun. Tanpa aku merasa tersakiti. Karena dia gak pernah melukai dan menyakitiku. Jadi, untuk apa aku bersedih hati? Bukankah menikah adalah kebahagiaan? Maka aku turut berbahagia sedalam-dalamnya. Semoga pernikahannya dimudahkan, urusannya dilancarkan, dan kebaikan yang lain.

Anehnya, satu per satu temanku yang mengetahui ini memberiku agar masih semangat menjalani hidup karena ditinggal nikah (lucu sih ini). Supaya gak patah hati. Ya jelas gak lah kisanak! Sebelum dia sebar informasi pernikahannya, aku sudah tahu lebih dulu hal ini dari calon istrinya. Bahkan, kami sempat mengobrol dan makan bersama di kantin depan kampus. Ia memberi tahuku kapan akan tunangan dan menikah. Dua orang yang berbeda. Yang satu pernah mencintai, yang satu akan menjadi cintanya. 

Dan saat fansnya lelaki pada ngambek, karena ditinggal nikah, aku justru menertawai diriku sendiri. Selucu ini ya kisah cintaku. Tapi jujur sih. Karena aku baru pertama kalinya benar-benar mencintai seseorang, aku justru belajar banyak hal. Lagi-lagi tentang menerima dan mengikhlaskan. Maka, untuk terakhir kalinya, aku ingin memberikan sepucuk surat untuk kalian.


Teruntuk kalian,
Dariku, perempuan yang sempat mencintainya

Dalam perjalanan hidup memang tidak ada yang benar-benar tahu 
Hari ini bisa saja berkata tidak, besok bisa saja iya
Dan rupanya Tuhan mengendaki kalian bersama
Keputusan untuk bersama bukanlah hal yang mudah, semua ada konsekuensi
Tapi kalian benar-benar mengerti tentang ini

Hati siapa yang tidak bahagia
Ketika seorang yang dicinta menjadi miliknya
Ketika dua hati mulai disatukan dalam bahtera cinta yang abadi

Kepada hati yang sempat mencintainya
Kamu tak perlu merasa terluka
Kamu tak perlu merasa ini adalah masalah besar
Bukankah mencintai yang paling berat adalah mengikhlaskan?
Maka ikhlaskanlah, selama kamu mampu
Biarkan orang yang kamu cintai bersama orang yang dicintai pula
Berharap, doamu takkan luntur
Berharap, kau masih terus mendoakannya
Bukankah doa untuk kebaikanmu juga?


Kepada perempuan yang menjadi pasangannya,
Terimakasih karena kita sempat berbicara, bahkan  menjodohkan
Meski pada akhirnya, ia yang akan menjadi milikmu
Terimakasih karena sudah berbagai kisah hidupnya, yang membuatku terharu
Dan memang pantas untuk mendapatkanmu

Dan,
Kepada lelaki  yang pernah aku cintai
Terimakasih telah mengijinkan aku untuk mengenalmu
Berbagi canda tawa dan kebahagiaan, pula kebaikan yang kau beri

Kepada kalian,
Saling mencintai adalah hal terindah
Maka saling mencintai dan milikilah
Sebab, kekuatan hidup terbantu dengan dua orang yang saling memahami

Detik-detik ini menjadi hari kebahagiaan untuk kalian
Pun, mulai detik ini kalian akan menjalani kehidupan layaknya orang dewasa
Aku turut berbahagia atas kabar ini
Semoga kebaikan selalu menyertai kalian

Sekali lagi, terimakasih telah menginjinkan aku untuk sekedar berbincang
Selamat atas kebahagiaannya
Jika butuh bantuanku, kabari dan datang saja
Jika aku mampu, aku akan membantu

Semoga, pernikahan kalian sampai maut memisahkan dan berada pada tempat yang saling dicita-citakan
**

Pesan untuk kalian yang sedang mencintai seseorang: Jika nanti ia tak memilihmu, jangan merasa terluka, jangan merasa dikhianati. Sebab, seorang berhak memilih dengan siapa akan mencintai dan cintai. Kamu tak perlu memaksakan ia untuk mencintaimu. Sebab, cinta yang benar bukanlah memaksa, melainkan mengikhlaskan. Ikhlas untuk ikut berbahagia pada pilihannya meski gak memilih kamu. Sebab, cinta adalah salah satu nikmat yang telah Tuhan berikan. Maka, jika kamu tak dicintai balik, jangan membenci. Jika kamu belum bisa mencintainya, belajarlah untuk tak memberi harapan. Tapi satu hal yang pasti ketika kamu memilih seseorang: kamu harus belajar tentang ikhlas. Sebab, ikhlas ini tidak mudah. Tak semua orang mampu mengikhlaskan kehilangan yang diinginkan.
Maka, mulai detik ini, pahami dirimu dahulu. Cintai dirimu dahulu, agar kelak bisa mencintai seorang sepenuhnya tanpa beban. Selamat, kamu telah berada pada hati yang terkoyak. Pada hati yang berani menginginkan. 

Comments

Popular Posts