TRUE STORY - BELUM SELESE
Ku pikir, Tuhan itu
tak perlu disembah
Tujuh
tahun yang lalu...
Aku
Sinta. Aku adalah gadis yang berasal dari keluarga yang beridentitas Islam.
Namun, aku bukanlah seorang yang agamis, sehingga aku sering bermain dengan
logika perihal keberadaan Tuhan. Sejak
aku kecil, orang tuaku seringkali menyuruhku untuk sholat, puasa, dan
berbuat baik kepada orang lain. Namun, untuk sholat dan puasa, aku tak
menjalankan. Akan tetapi, seringkali aku berbohong kepada orang tuaku. Ya, saat
mereka menyuruhku untuk sholat di masjid, aku beragkat. Tapi sesampai disana,
aku justru memilih untuk makan bersama kawan-kawanku. Saat itu, usiaku masih 6
tahun. Untuk puasa pun, jika aku dibangunkan untuk sahur, maka aku akan sahur,
tapi siangnya aku mencuri-curi waktu agar aku bisa makan siang, jajan, hingga menjelang
berbuka. Dan kebiasaan itu aku lakukn
hingga aku berusia 14 tahun. Bedanya, untuk kali ini aku benar-benar tak ingin sholat. Untuk puasa pun, 90% bolong dan
tak dibayar. Padahal saat itu, aku sekolah di Mts ternama di kabupaten Brebes.
Untuk programnya pun bagus, seminggu sekali setor hafalan dan setiap jum’at
mewajibkan siswanya untuk sholat dhuha. Aku hanya menjalani saja ketika
diperintah, perihal hafalanpun aku tak tahu makna surat yang aku hafal. Hafal
lupa-hafal lupa. Begitu lingkaran garis hidupku.
Banyak
orng bilang, MTs menjadikan seeorang agamis. Memang, ada benarnya. Tapi aku
rasa, itu tidak berlaku untuk diriku. Aku justru semakin melogika-kan
keberadaan Tuhan. Semakin tidak ingin sholat, apalagi untuk puasa ramdhan.
Entah, saat itu aku pun pernah membenci pada agamaku sendiri. Di saat aku
berada dalam lingkungan yang agamis pun, aku kurang percaya dengan keberadaan
Tuhan. Sehingga pertanyaan, “Kenapa” selalu melintas dalam pikiranku.
“Kenapa
aku harus sholat? Kenapa Tuhan tak pernah menampakkan dirinya? Katanya, Tuhan
itu Maha Mendengar, tapi kenapa do’a ku gak dikabulkan? Katanya, Tuhan bisa
membuat seseorang bahagia, tapi hidupku kaya gini aja? Lalu, siapa yang
menciptakan Tuhan? Apa pentingnya aku harus menyembah-Nya? Kenyataannya, banyak
orang sholat tapi mereka masih berbuat jahat, lalu dimana letak kebaikannya?”
Pertanyaan-pertanyaan
demikianlah yang membuatku enggan untuk beribadah kepada Tuhan. Seringkali
teman mengajakku untuk sholat, namun aku selalu menolak. Aku rasa, Tuhan tak
perlu disembah karena pertanyaanku saja belum ada jawaban. Jadi, untuk apa aku
beribadah? Lagian, aku beribadah atau tidak, sama-sama akan mati.
Dan
seusia itu, aku sudah melogikan keberadaan Tuhan. Masih tidak percaya akan
kuasa-Nya. Kebetulan, sekolahku dekat gereja. Jadi, aku sering datang ke tempat
mereka. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri, “Mengapa mereka hangat sekali ya,
setiap minggu mereka bersama dalam satu tempat ibadah, aku kok gak ya?” Dan
pertanyaan itu seringkali muncul, sehingga aku bingung tentang agamaku sendiri.
Lalu, aku sempat memilih untuk menjadi seorang yang atheis. Ya, tidak beragama.
Bagaimana mungkin, pertanyaanku saja belum ada jawaban yang memberiku
kepuasaan. Dan di kelas IX, aku dipertemukan dengan seseorang lelaki tua
berjenggot tipis di sebrang gereja, dan kami pun mengobrol empat mata.
“Namamu
siapa, dik?”
“Saya
Sinta, pak.”
“Namanya
cantik. Sekolah dimana?”
“Saya
sekolah di MTs, pak”
“Wah,
bagus sekali. Sholatnya berarti full 5 waktu ya?”
“Tidak
pak, bahkan saya tidak melakukan itu. Dan memilih untuk hidup tanpa mengenal
Tuhan.”
“Alasannya?”
Dan
aku pun memberi tahu alasan bahwa Tuhan tak perlu disembah. Sehingga bapak itu
pun mencoba membuka pikiranku. Kemudian,aku menanyakan pertanyaanku yang
jawabannya belum memberi kepuasan. Lha kok? Si bapak ini bisa memberikan
jawaban yang cukup puas ya? “Apa beliau adalah malaikat?”, pikirku. dan aku
sejenak merenung atas jawaban yang beliau berikan, aku pun menangis. Entah, aku
tidak mengerti. Yang pasti, setlah itu aku meminta beliau untuk mengajarkan
tata cara sholat yang benar. Dan beliau mengajarkan aku. Aku rasa, beliau
sangat tulus mengajarkan hal itu padaku. Aku begitu terharu, lalu aku mencoba
untuk tak melogikan lagi tentang keberadaan Tuhan atas jawaban yang beliau
berikan. Lalu beliau berpamit untuk pergi, dan meninggalkan satu pesan.
“Dik,
jangan tinggalkan sholat ya, sesibuk apapun kamu. Kenalilah Tuhan, maka kamu
akan mengenali dirimu.”
Sesimpel
itu beliau memberiku pesan. Dengan pesan tersirat itu, aku hanya mengangguk
namun dalam rasa penasaran.
“mengenali
Tuhan itu yang seperti apa ya?”
Kemudian,
aku mencoba menanyakan hal ini dengan beberapa guruku dan referensi dari buku.
Pada akhirnya, ada satu guru yang aku rasa beliau adalah petunjuk dari pesan
tersirat sebelumnya. Ya, mengenali diri adalah dengan cara mendekatkan diri
kepada Tuhan, selalu yakin bahwa Tuhan akan selalu mengawasi gerak-gerik yang
kita lakukan. Dan Tuhan akan selalu memberi kebahagiaan melalui rasa syukur
kita. Disitulah kita tahu tentang diri kita, katanya. Baiklah, aku mencoba
melakukan hal tersebut. Setelah dijalani pun, aku ada rasa ketentraman, dan aku
ingin bertaubat kepada Tuhanku perihal pertanyaan-pertanyaan konyolku.
Pertanyaan yang tidak seharusnya di analogi kan. Ternyata pemikiranku selama
ini adalah salah. Aku pikir, kita tidak perlu menyembah Tuhan, ternyata kita
perlu malakukan itu sebagai bukti bahwa kita mencintai-Nya meski kita tidak
bisa melihat Tuhan secara langsung. Dan teman-temanku mengucapkan syukur, bahwa
aku telah bersedia untuk sholat. Mungkin, aku dulu adalah seorang yang memiliki
hati yang begitu keras. Namun, Tuhan ternyata mampu membuat hati ku luluh.
Kemudian, aku mulai belajar tentang agamaku, agama yang harus aku jalani. Dan
Alhamdulillah, banyak dari teman-temanku yang siap membantuku untuk mengajak
pada kebaikan. Kejadian inilah yang membuatku merasa bahwa aku adalah seorang
perempuan yang memiliki identitas dengan jelas. Kemudian, aku belajar untuk
mencintai agamaku sendiri, dengan bersikap toleransi juga kepada agama lain.
Jika saja Tuhan tak mempertemukan aku dengan lelaki tua itu, mungkin sampai
hari ini aku masih belum tahu tujuan hidupku yang sebenarnya. Dan begitu
baiknya Tuhan mengelilingiku dengan orang-orang baik sehinggu aku lebih
tahu makna soal hidup.
Comments
Post a Comment