RESENSI BUKU: MATINYA KEPAKARAN
RESENSI BUKU
MATINYA KEPAKARAN: KETIKA PAKAR TAK
LAGI DIDENGAR
Oleh : Eli
Krisnawati
|
Judul
|
:
|
Matinya
Kepakaran
|
Penulis
|
:
|
Tom
Nichols
|
|
Penerbit
|
:
|
KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia)
|
|
Tahun
|
:
|
Cetakan
I, 2018
|
|
ISBN
|
:
|
978-602-481-073-3
|
|
Cover
|
:
|
Soft
Cover kertas Bookpaper
|
|
Tebal
|
:
|
xviii
+ 293 hal
|
|
Harga
|
:
|
Rp
85.000,-
|
Buku
Matinya Kepakaran karya seorang Guru Besar bidang Pertahanan Negara US Naval War College bernama Tom Nichols. Buku ini
ditulis oleh seorang professional yang
seringkali dimintai nasihatnya oleh pemerintah AS berkaitan dengan kebijakan
militer, sekaligus seorang dosen yang memiliki pengalaman mengajar sejak tahun
1980-an.
Melalui
buku “Matinya Kepakaran”, Tom Nichols menyampaikan keresahannya untuk publik
Amerka Serikat.
Khususnya
di Amerika Serikat, pengetahuan dasar orang Amerika saat ini sangat rendah.
Kepakaran saat ini dalam bahaya. Amerika Serikat menjadi Negara yang bangga
atas ketidaktahuannya. Merasa bangga tidak mengetahui banyak hal dan menganggap
bahwa hal tersebut adalah baik. Pakar sudah tidak lagi menjadi rujukan yang
penting, sehingga kita skeptis dengan mereka, menolak hasil penelitian mereka,
dan membantah tanpa alasan yang jelas. Akar dari semua itu adalah
ketidakmampuan orang awam untuk memahami bahwa kesalahan pakar mengenai hal tertentu
tidaklah sama dengan kesalahan terus menerus mengenai semua hal. Kenyataannya,
pakar lebih sering benar daripada salah, khususnya mengenai hal yang penting.
Namun, tetap saja publik terus mencari kekuarangan pengetahuan pakar, yang
memungkinkan mereka mengabaikan semua nasihat pakar yang tidak mereka sukai.
Padahal pakar adalah orang-orang yang lebih tahu mengenai suatu pokok bahasan
dibanding kita semua, dan seharusnya mereka adalah yang kita cari ketika
membutuhkan nasihat, pendidikan, atau solusi dalam bidang pengetahuan tertentu.
Akan tetapi, berdasarkan sifatnya, pakar di dalam bidang apapun adalah kelompok
minoritas yang pandangannya cenderung lebih akurat dibanding orang lain.
Salah
satu hal yang mempengaruhi kurang percayanya terhadap pakar adalah internet.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memudahkan pengguna dalam melakukan
pencarian informasi dalam hitungan detik. Internet menjadi informasi dan sumber
utama bagi semua orang. Namun, banyak pula orang –orang yang membaca sekilas di
internet, kemudian dibagikan di sosial media berdasarkan kutipan dari orang
yang terkenal, tetapi tidak benar-benar membacanya. Salah satu faktor yang
menyebabkan adalah karena ingin dipandang cerdas, dan memiliki informasi yang
memadai. Tidak sedikit pula pengguna internet berasumsi bahwa semua orang sama
cerdasnya hanya karena berada di internet dan menjadi kritikus dadakan dengan
pemikiran setengah matang. Internetpun bisa merubah “fakta” menjadi “bukan
fakta” atau sebaliknya. Pandangan pengguna internet berdasarkan “Hukum Pommer” yaitu internet hanya
dapat mengubah seseorang yang tidak memiliki pendapat menjadi pendapat yang salah. Internet bisa membuat
orang bersumbu pendek, sebab banyak orang yang tetap mempertahankan argumen
yang bersumber dari internet, sehingga sulit untuk mengakui kesalahan yang
menyebabkan membela diri karena menyerap informasi tanpa berpikir dan tidak
menghasilkan diskusi yang sehat. Maka sulit sekali untuk menjelaskan saat
mereka salah.
Pada
abad ke-21, pakar, akademisi, dan pelaku professional dianggap sebagai kelompok
elite yang tidak memahami keajaiban era informasi, sehingga pakar terancam
mati. Meski demikian, internet merupakan suatu hal yang luar biasa. Akan
tetapi, hal tersebut hanya berlaku untuk mereka yang sudah terlatih meriset
ataupun mereka yang tahu apa yang sudah mereka cari. Karena kesalahan utama juga
bukan pada internet, tapi pada diri kita yang membiarkan untuk mengikuti naluri
yang sudah kita percaya
Meskipun
Tom Nichols menjelaskan kondisi di Amerika, namun kondisi tersebut sepertinya
sudah dialami secara global, salah satunya negara Indonesia. Sebab, banyak
orang yang langsung membagikan informasi dari internet tanpa disaring terlebih
dahulu, sehingga lebih mudah termakan hoaks.
Buku Matinya Kepakaran memberikan pesan kepada kita semua agar
memperoleh informasi dari sumber yang tepat, tidak asal membagikan informasi
yang belum jelas kebenarannya, karena satu referensi saja tidak cukup. Untuk
menyampaikan argimentasipun harus berdasarkan prinsip dan data sebagai tanda
kesehatan intelektual, sehingga tidak menjadi sampah limbah informasi, dan
dengan dengan adanya kemudahan internet, seharusnya seseorang menjadi kritis,
bukan menjadi bias konfirmasi. Buku tersebut juga memberikan peringatan tentang
bahayanya jika pakar tidak lagi menjadi rujukan atau dibiarkan musnah.
Maka,
Matinya Kepakaran menjadi bacaan yang
sangat penting untuk semua orang, terutama generasi milenial, agar tidak mudah
terperangkap untuk suatu hal yang belum jelas kebenarannya.
Comments
Post a Comment